bestmedia.id – Wacana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu pihak yang bersuara lantang adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM). Mereka dengan tegas menolak kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai langkah yang akan semakin menekan kehidupan masyarakat miskin dan kelas menengah. Artikel ini akan mengupas tuntas pandangan BEM UGM, dampak kenaikan PPN, dan apa yang sebenarnya dibutuhkan rakyat.
BEM UGM: Suara Perlawanan Mahasiswa
Dalam sebuah pernyataan resmi, BEM UGM menegaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Menurut mereka, beban pajak yang lebih tinggi akan langsung berdampak pada naiknya harga barang dan jasa, sehingga memperburuk daya beli masyarakat. Mereka juga mengkritik pemerintah yang dinilai lebih fokus pada pengumpulan pendapatan negara tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah.
BEM UGM menyebut bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Mereka melihat bahwa kenaikan PPN hanya akan memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia. Dalam seruan aksinya, mereka meminta pemerintah untuk lebih bijak dalam mencari solusi keuangan negara tanpa membebani masyarakat miskin.
Dampak Kenaikan PPN terhadap Masyarakat
Kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak hanya berdampak pada konsumen, tetapi juga pada pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Dengan kenaikan pajak ini, harga barang kebutuhan pokok hingga jasa yang biasa digunakan masyarakat akan ikut melonjak. Bagi masyarakat miskin, kenaikan harga tersebut menjadi tantangan berat, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.
Selain itu, kenaikan PPN juga berpotensi menekan daya beli masyarakat. Ketika daya beli menurun, aktivitas ekonomi secara keseluruhan akan melambat. UMKM, yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, akan merasakan dampak paling besar karena kehilangan pelanggan. Akibatnya, tingkat pengangguran bisa meningkat, dan kesenjangan sosial semakin tajam.
Solusi Alternatif yang Diusulkan
Dalam penolakan mereka, BEM UGM juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Mereka mengusulkan agar pemerintah fokus pada peningkatan efisiensi pengelolaan anggaran negara dan memperkuat pemberantasan korupsi. Menurut mereka, pendapatan negara dapat ditingkatkan tanpa harus membebani masyarakat melalui pajak yang lebih tinggi.
Selain itu, mereka juga mendorong pemerintah untuk memperluas basis pajak. Dengan menarik pajak dari sektor yang selama ini belum terjangkau, seperti ekonomi digital atau pengusaha besar yang selama ini luput dari pengawasan, pendapatan negara bisa meningkat secara signifikan tanpa harus menaikkan PPN.
Reaksi Publik terhadap Kenaikan PPN
Penolakan BEM UGM terhadap kenaikan PPN mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk aktivis sosial, ekonom, dan masyarakat umum. Banyak yang menilai bahwa langkah ini adalah bentuk nyata dari kepedulian mahasiswa terhadap isu-isu yang menyentuh kehidupan rakyat.
Di media sosial, tagar seperti #TolakPPN12Persen dan #SuaraMahasiswa menjadi trending, menunjukkan tingginya perhatian masyarakat terhadap isu ini. Publik berharap pemerintah mendengarkan suara mahasiswa dan mencari solusi yang lebih adil bagi semua pihak.
Kesimpulan: Pemerintah Harus Mendengar Suara Rakyat
Kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah kebijakan yang membutuhkan kajian mendalam, terutama dalam konteks dampaknya terhadap masyarakat miskin dan kelas menengah. Penolakan BEM UGM menjadi pengingat penting bahwa kebijakan publik harus berpihak pada rakyat, bukan hanya mengejar target pendapatan negara.
Sebagai negara demokrasi, suara mahasiswa dan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam setiap keputusan pemerintah. Dengan mencari solusi alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan, pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan negara dan kesejahteraan rakyat.