
bestmedia.id – Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi topik hangat setelah menuai kritik karena dianggap disusun terlalu cepat. Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, memberikan tanggapan keras terhadap pembahasan RUU ini, mengingat pengalaman buruk yang terjadi dengan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) dan Omnibus Law yang terdahulu. Menurut Anies, pemerintah harus berhati-hati agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, yang dapat menimbulkan resistensi besar di masyarakat.
Tergesa-Gesa dalam Pembahasan RUU TNI
RUU TNI berusaha memperbarui dan memperjelas peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam negara. Namun, banyak pihak merasa bahwa pembahasan yang terlalu cepat dan terburu-buru tidak memberikan ruang yang cukup bagi diskusi mendalam. Anies Baswedan menilai bahwa proses legislatif yang tergesa-gesa ini bisa mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Anies mengingatkan bahwa kebijakan besar yang dijalankan dengan cepat dan tanpa diskusi yang memadai dapat menyebabkan ketidaksiapan dalam pelaksanaan, serta berisiko merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Kritik terhadap Undang-Undang IKN dan Omnibus Law
Anies menggarisbawahi dua kasus besar, yaitu Undang-Undang IKN yang memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur dan Omnibus Law yang mengubah berbagai regulasi ketenagakerjaan dan lingkungan hidup. Kedua kebijakan tersebut, meskipun akhirnya disahkan, mendapat banyak penolakan dari masyarakat karena dinilai tidak melibatkan konsultasi publik yang cukup dan diterapkan dengan cara yang terburu-buru.
Kritik utama dari Anies adalah bahwa pemerintah harus belajar dari pengalaman tersebut dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang baik harus melibatkan diskusi yang meluas, transparansi, dan ruang bagi publik untuk menyampaikan pandangan mereka.
Partisipasi Publik dalam Pembahasan RUU TNI
Masyarakat, khususnya kelompok yang fokus pada hak asasi manusia dan demokrasi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap RUU TNI yang dianggap bisa mengancam kebebasan sipil. Selain itu, sejumlah legislator juga menunjukkan ketidaksetujuan terhadap proses pembahasan yang kurang transparan ini. Beberapa kalangan berpendapat bahwa pembahasan RUU TNI ini perlu dilakukan dengan lebih hati-hati, mempertimbangkan hak asasi manusia, dan menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Peran TNI yang penting dalam menjaga keamanan negara harus tetap dijaga, namun pembatasan yang jelas tetap diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak demokratis tidak terganggu.
Pesan Anies: Pembahasan yang Terbuka dan Transparan
Anies Baswedan mengingatkan agar pembahasan RUU TNI lebih terbuka, melibatkan lebih banyak pihak yang berkepentingan, dan tidak terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Ia berharap agar pemerintah mengutamakan prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama dalam setiap kebijakan yang disusun.
Proses legislasi yang transparan dan melibatkan banyak pihak, kata Anies, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Pemerintah harus memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, serta menjaga agar kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar demokrasi.
Kesimpulan
RUU TNI yang sedang dibahas saat ini dinilai tergesa-gesa oleh banyak pihak, termasuk Anies Baswedan, yang mengingatkan pemerintah agar tidak mengulangi kesalahan yang terjadi dengan IKN dan Omnibus Law. Pembahasan yang terburu-buru dan tidak melibatkan masyarakat dapat menimbulkan penolakan luas. Anies menekankan pentingnya proses legislasi yang lebih transparan dan partisipatif agar kebijakan yang dihasilkan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.