
bestmedia.id – Pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mengonfirmasi bahwa hanya 14 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang TNI. Keputusan ini merupakan bagian dari upaya reformasi birokrasi dan penegasan peran militer dalam ranah pemerintahan sipil.
Alasan Pembatasan Jabatan TNI Aktif
Pembatasan jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif bertujuan untuk menjaga profesionalisme militer dan menghindari dominasi peran militer dalam pemerintahan. Menurut Menkumham, kebijakan ini sejalan dengan semangat reformasi dan prinsip supremasi sipil yang telah diterapkan sejak era reformasi.
Beberapa alasan utama dalam pembatasan ini meliputi:
- Menjaga Fokus Tugas Pokok TNI
Prajurit TNI memiliki tugas utama dalam bidang pertahanan negara, sehingga keterlibatan mereka dalam jabatan sipil harus dibatasi agar tidak mengganggu tugas utama tersebut. - Menghindari Potensi Konflik Kepentingan
Dengan membatasi jumlah lembaga yang dapat diisi oleh TNI aktif, pemerintah berupaya mengurangi potensi konflik kepentingan antara militer dan ranah sipil. - Mencegah Kembalinya Dwifungsi TNI
Salah satu tujuan reformasi TNI adalah menghapus peran ganda militer dalam pemerintahan. Oleh karena itu, pembatasan ini merupakan langkah konkret untuk memastikan bahwa prinsip tersebut tetap dijaga.
Daftar Kementerian dan Lembaga yang Bisa Diisi oleh TNI Aktif
Berdasarkan draft RUU TNI, beberapa kementerian dan lembaga yang diperbolehkan untuk menampung prajurit TNI aktif dalam jabatan tertentu antara lain:
- Kementerian Pertahanan
- Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
- Kementerian Perhubungan
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Keamanan Laut (Bakamla)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
Respons Publik dan Dinamika Pembahasan
Kebijakan ini memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat, akademisi, dan politisi. Sebagian pihak mendukung langkah ini sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang menegaskan peran TNI dalam urusan pertahanan dan keamanan. Namun, ada juga yang mengkritik bahwa pembatasan ini masih membuka ruang bagi militer untuk berperan dalam pemerintahan sipil, yang seharusnya dijalankan oleh tenaga profesional dari kalangan sipil.
Meskipun demikian, pemerintah menegaskan bahwa revisi RUU TNI tetap akan mengacu pada prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan keseimbangan antara peran militer serta sipil dalam pemerintahan.